Kamis 17 Oct 2019 16:16 WIB

Menyoal Kasus Puluhan Anak Masuk RSJ Akibat Gawai

Kasus anak masuk RSJ akibat gawai terjadi karena kurangnya kontrol orang tua

Anak bermain gim di gawai.
Foto: Flickr
Anak bermain gim di gawai.

Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Cisarua Jawa Barat menerima ratusan pasien anak yang mengalami kecanduan gawai. Dalam sebulan mereka bisa menangani 11 hingga 12 anak dengan usia 7-15 tahun.

Bahkan, dikutip dari Tribunnews.com kasus yang paling mengenaskan adalah anak usia 5 tahun yang dirawat di RSJ karena menghancurkan pintu akibat HP yang tidak bisa diisi uang.

Peristiwa kecanduan gadget atau gawai ini sangat tragis karena tak hanya menjangkiti orang dewasa tapi juga anak - anak bahkan usia 5 tahun. Kebanyakan kasus terjadi karena kurangnya kontrol orang tua terhadap anaknya.

Dunia anak adalah dunia bermain, dimasa ini anak-anak sangat senang bereksplorasi dengan dunianya. Bila mereka tak difasilitasi dan diberi kegiatan yang menarik maka mereka akan bosan dan mencari pelampiasan.

Kebanyakan orang tua karena tidak mau repot mendidik anaknya akhirnya memfasilitasi mereka dengan gawai. Anggapannya "toh mereka senang" dan langsung diam, dengan begini orangtua tidak harus capek-capek atau repot menemani tingkah mereka yang aktif alhasil lama kelamaan mereka akan kecanduan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini. Pertama karena orang tua yang kurang ilmu dalam mendidik anak, kedua orang tua yang "malas dan ingin instan" dan ketiga orang tua yang "kelelahan".Untuk orang tua jenis pertama dan kedua maka solusinya adalah perbanyak memahami ilmu parenting, karena mendidik anak adalah proses yang membutuhkan ilmu dan kesabaran, tidak bisa instan apalagi trial and error.

Karena kalau sudah error maka akan sulit menyembuhkannya dan dampaknya bisa fatal. Itulah kenapa sekarang kita saksikan betapa banyak kerusakan remaja mulai dari seks bebas, narkoba dan lain lain.

Untuk orang tua jenis ke tiga maka tidak dipungkiri butuh peran Negara dalam mengayomi rakyatnya. Di era sekarang dimana ketimpangan ekonomi terlihat tajam dan kekayaan hanya berkumpul pada segelintir orang, sedangkan peran negara yang hanya sebagai regulator tak mampu menjamin kehidupan rakyatnya membuat orang tua terutama kaum ibu harus bekerja sangat keras demi mencukupi kebutuhan pokoknya.

Alhasil peran mendidik anak disubkontrakkan atau bahkan diabaikan dengan memberinya gadget agar mereka tak berulah. Belum lagi paham keterbukaan yang menjangkiti kaum ibu, memperparah keadaan ini.

Maka dari itu perlunya kontrol keluarga dan peran negara dalam mengurusi rakyatnya dan juga pergantian sistem yang diemban negara dan jelas terbukti rusak dan berbahaya untuk menuntaskan kasus berantai ini.

Pengirim: Shita Ummu Bisyarah

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement