Selasa 03 Sep 2019 12:39 WIB

BPJS Kritis, Rakyat Kronis

Kekiritisan yang dialami BPJS sebenarnya bukan hal mengejutkan

Ilustrasi pelayanan di kantor BPJS Kesehatan.
Foto: Antara
Ilustrasi pelayanan di kantor BPJS Kesehatan.

Permasalahan BPJS Kesehatan tak kunjung usai, bak sedang kritis. Penyakit yang diderita sudah kronis seperti permasalahan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat, tunggakan BPJS Kesehatan terhadap rumah sakit, peserta aktif yang rendah, timpangnya layanan penggunaan dibanding peserta, serta defisit BPJS Kesehatan yang sangat besar serta permasalahan lainnya. Pada 2018 lalu, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencatat defisit BPJS Kesehatan sebesar Rp 9,1 triliun. 

Masa kritis BPJS Kesehatan ini dianggap berbagai pihak harus segera ditangani. Dari Kementerian Keuangan sendiri punya ‘obat’ yang dianggap manjur. Saat rapat bersama Komisi IX dan Komisi XI DPR RI, Selasa (27/8/2019) Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengusulkan menaikkan iuran peserta BPJS yang sebelumnya sudah diusulkan oleh Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN).

Baca Juga

Sri Mulyani memaparkan besaran kenaikan iuran tersebut bisa mencapai 100 persen. Misalnya Peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80 ribu per bulan harus membayar sebesar Rp 160 ribu, begitu pula dengan peserta kelas lain.

Usulan ini berarti masyarakat harus membantu BPJS Kesehatan menutupi defisitnya, karena jika tidak akan mengalami defisit lebih besar, sekitar Rp 32,8 triliun pada tahun berjalan. Pada dasarnya, kekritisan yang dialami BPJS Kesehatan bukan hal mengejutkan. Sebab telah banyak penolakan atas kehadirannya. MUI telah memfatwakan bahwa BPJS haram karena mengandung unsur gharar (penipuan), maysir (judi) dan riba yang memang diharamkan dalam Islam. Serta telaah yang lebih mendalam bahwa BPJS memang sudah ‘sakit’ mulai dari asasnya.

Bagaimana mungkin BPJS Kesehatan yang sudah ‘sakit’ sejak awal mampu mengobati rakyat yang sedang sakit pula? Terlebih rakyat diharuskan menyuntik dana yang lebih banyak, naik 100 persen. Padahal sejatinya kesehatan merupakan hak rakyat, bukan kewajiban. Kesehatan adalah tanggung jawab yang harus diemban oleh sebuah negara.

Konsep BPJS Kesehatan merupakan asuransi social (social insurance) yang didanai melalui kontribusi peserta lain berdasar prinsip-prinsip asuransi. Sistem jaminan sosial ini sejatinya lahir akibat kegagalan negara-negara dalam menciptakan kesejahteraan untuk rakyatnya. Oleh sebab  itu rakyatlah yang harus berkontribusi untuk membiayai jaminan sosial seperti kesehatan. 

Dalam Islam, negara mempunyai peran sentral dan bertanggung jawab penuh dalam segala urusan rakyatnya, termasuk urusan kesehatan. Seperti dalam hadist berikut ini.

“Pemimpin yang mengatur urusan manusia adalah pengurus rakyat dan dia bertanggungjawab atas rakyatnya” (HR al-Bukhari dan Muslim). Diantara tanggung jawab tersebut adalah kebutuhan dasar umum yakni keamanan, pendidikan, dan kesehatan. 

Pengirim: Lestari Sormin, Aktivis pers Mahasiswa Kreatif Universitas Negeri Medan

Disclaimer: Retizen bermakna Republika Netizen. Retizen adalah wadah bagi pembaca Republika.co.id untuk berkumpul dan berbagi informasi mengenai beragam hal. Republika melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda baik dalam dalam bentuk video, tulisan, maupun foto. Video, tulisan, dan foto yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim. Silakan kirimkan video, tulisan dan foto ke [email protected].
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement