Senin 22 Jul 2019 09:01 WIB

Dari Sampah Plastik ke Furnitur Bernilai Jual

Produk olahan mereka sangat ramah lingkungan, bahkan tak mencemari lingkungan.

Mahasiswa  Program Studi (Prodi) Kehutanan, Fakultas Pertanian Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menginisiasi pengolahan sampah plastik menjadi lempengan untuk bahan baku furniture.
Foto: dok. UMM
Mahasiswa Program Studi (Prodi) Kehutanan, Fakultas Pertanian Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menginisiasi pengolahan sampah plastik menjadi lempengan untuk bahan baku furniture.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Dadang Kurnia

Lima mahasiswa Program Studi (Prodi) Kehutanan, Fakultas Pertanian Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menginisiasi pengolahan sampah plastik menjadi lempengan sebagai bahan baku furnitur. Pengolahan sampah tersebut bermula dari keprihatinan kelima mahasiswa pada sampah plastik yang menggunung di tempat pembuangan akhir (TPA).

Mereka adalah Ainun Fadillah, Agus Firmansyah, Dany Fiqrullah Jaki, Oktavian Dwi Sumbermanto, dan Samsul. "Karena keprihatinan kami atas menggunungnya sampah maka kami mencoba untuk mengolah sampah plastik sebagai bahan baku untuk furnitur," kata Samsul sebagai ketua tim, Ahad (21/7).

Samsul mengatakan, produk olahan mereka sangat ramah lingkungan, bahkan tidak mencemari lingkungan sekitar. Hal ini dilihat dari cara mengolah sampah sebelum dijadikan bahan furnitur. Dimulai dari proses memilah sampah-sampah plastik, seperti botol kemasan mineral, kresek, ataupun bungkus jajanan plastik ke proses pembakaran.

Karena saat dibakar sampah plastik ditutup dan asapnya disalurkan ke dalam air melalui selang yang dipasang sebagai satu-satunya saluran untuk mengeluarkan asap. "Ini tidak akan merusak lingkungan karena karbon dioksida kita salurkan ke dalam sebuah wadah berisi air yang diletakkan di sebelah tempat pembakaran," ujar Samsul.

Agus Firmansyah melanjutkan, cairan plastik hasil pembakaran dialirkan ke dalam cetakan yang berbentuk kotak berukuran 50x50 sentimeter (cm). Dari lempengan itu, tim menghasilkan produk olahan berupa kursi, meja, bahkan lemari, dengan kisaran harga mulai dari Rp 85 ribu hingga Rp 250 ribu.

Proyek ini, sambung mahasiswa angkatan 2015 ini, didaftarkan Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Kewirausahaan. "PKM kami dimulai sejak tahun 2015 atau lebih tepatnya dari zaman kami mahasiswa baru. Kebetulan kami semuanya satu kelas sehingga untuk koordinasi jadi lebih mudah. Sekarang tinggal fokus pemasaran," kata dia.

PKM garapan kelima mahasiswa ini sejalan dengan program yang tengah digalakkan UMM untuk mengurangi penggunaan kemasan plastik. Kampanye ini dimulai dengan mendorong seluruh civitas akademika UMM melalui berbagai aksi kreatif. Misalnya melalui video berdurasi pendek di Instagramdengan tagar #diemsampahplastik.

Sementara itu, mahasiswa program studi Manajemen UMM Samsul Arifin juga mampu membuktikan diri menjadi pebisnis muda di kampusnya. Mahasiswa semester 5 ini mampu meraih omzet puluhan juta rupiah setiap bulannya berkat bisnis onlineyang ditekuninya sejak awal menjadi mahasiswa.

Sadar tidak ingin menggantungkan beban terhadap kedua orang tuanya, mahasiswa asal Banjarmasin, Kaliman tan Selatan ini berusaha mencari penghasilan sendiri dengan memulai berbisnis online. Dia menjual salah satu produk masker wajah yang saat ini sedang digandrungi kalangan mahasiswa, yakni masker wajah Spirulina.

photo
Sampah plastik.

Dengan modal hanya satu botol masker Spirulina seharga Rp 300 ribu, saat ini ia bisa meraup keuntungan bersih di atas sepuluh juta rupiah tiap bulan. Samsul memang terlahir dari keluarga yang tergolong cukup. Akan tetapi, Samsul sadar betul, dirinya tidak bisa selamanya menggantungkan kebutuhannya kepada orang tua.

"Kita tidak tahu apa yang akan terjadi ke depan, apa yang akan terjadi dengan pekerjaan orang tua kita. Bahkan, kemungkinan terburuk pun ketika orang tua tiba-tiba tidak ada. Oleh karena itu, saya ingin hidup mandiri, yakni dengan memiliki penghasilan sendiri dan turut membahagiakan mereka," kata Samsul.

Mahasiswa yang sudah memiliki sekitar 400-an reseller di seluruh Indonesia ini juga sering kali diundang di beberapa kegiatan dan seminar kewirausahaan. Samsul didapuk sekaligus sebagai mentor dalam membantu sekaligus mengajarkan beberapa teori kewirausahaan yang didapat di bangku kuliah kepada para reseller-nya.

Meskipun saat ini sudah banyak penjual produk masker serupa, Samsul tetap optimistis terkait masa depan usahanya. Dia mengklaim, kelebihan yang membedakan dirinya dengan penjual lain adalah ia selalu menerapkan teori manajemen yang ia dapatkan di bangku kuliah. Alhasil, ia pun menjadi salah satu distributor terbesar di Malang Raya. (ed: mas alamil huda)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement