Kamis 11 Jul 2019 16:33 WIB

Limbah Salak Diubah Jadi Sepatu Kesehatan

Kulit salak dan biji salak dapat diproduksi menjadi sepatu akupuntur yang bernilai.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Dwi Murdaningsih
 Sepatu kesehatan yang dikembangkan dari limbah salak oleh sejumlah  mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Foto: Dok UNY
Sepatu kesehatan yang dikembangkan dari limbah salak oleh sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Inovasi semakin diperlukan untuk membangkitkan kesadaran masyarakat akan hidup sehat. Salah satunya dengan menghadirkan sepatu kesehatan yang bisa digunakan siapa saja dan kapan saja.

Alas kaki kesehatan biasanya hanya ada dalam sandal refleksi. Tapi, sejumlah mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) melihat itu sebagai peluang membuat alat kaki kesehatan berbentuk sepatu.

Baca Juga

Uniknya, sepatu kesehatan dikembangkan lima mahasiswa lintas prodi memanfaatkan limbah salak. Ada Nifta Noor Halimah, Nurul Wulan Sari dan Evania Dian Widyastuti dari Prodi Teknologi Pendidikan.

Lalu, Alfi Meilan Khasanah dari Prodi Pendidikan Ekonomi dan Hasna Ulfah Edwina Prodi Biologi. Mereka merancang sepatu kesehatan karena selama ini masyarakat dan pabrik cuma memakai buahnya saja.

Nifta mengatakan, biji dan kulit salak yang tidak terpakai akan dibuang secara cuma-cuma dan tidak memiliki nilai guna. Namun, ia berpendapat, limbah itu dapat diberdayakan sebagai peluang usaha.

"Salah satunya menjadi alas terapi dan aksesoris dalam sepatu," kata Nifta.

Hasna menjelaskan, untuk membuatnya diperlukan bahan-bahan dan alat pendukung seperti kain canvas, lem putih, lem kuning, benang nilon, kertas pengeras dan sol sepatu.

Lalu, mesin jahit, mesin potong, mesin press, cetakan kaki, tang jepit, palu, paku, ember, cutter, kuas dan gunting. Pembuatan dimulai dari membuat cetakan ukuran kaki dan cetakan badan sepatu.

"Kemudian, dilakukan penyatuan antara sol sepatu, body sepatu yang kemudian ditambahkan alas kaki yang telah diberi biji salak untuk pijat refleksi," kata Hasna.

Caranya, limbah kulit dan biji salak yang telah didapat, dipilah, dibedakan mjadi berkualitas baik dan kurang baik. Yang baik dipakai untuk bahan utama pembuatan badan sepatu.

Sedangkan, kualitas yang kurang baik hanya digunakan untuk hiasan. Biji salak berkualitas baik dilakukan perendaman dengan menggunakan alkohol selama 20 menit, ditiriskan dan dikeringkan.

Pengeringan menggunakan oven dengan suhu 50 derajat celcius selama dua hari. Dilanjutkan dengan proses pengecatan dengan pernis agar biji salak yang diperoleh lebih mengkilap.

Jenis yang digunakan bisa salak pondoh ataupun salak gading. Kulit yang dipilih layu karena kulit salak yang basah menghasilkan kulit getas, mudah pecah dan sulit menempel karena banyak kandungan air.

Kulit salak dicuci menggunakan air bersih dan direndam menggunakan formalin 0,3 persen selama satu hari. Kulit salak lalu ditiriskan dan dikeringman di oven dengan suhu 50 derajat selama 30 menit.

Lalu, dipress tanpa pemanas dan mesin ini hanya berfungsi meratakan kulit salak agar mudah dibentuk. Lapisi kulit salak memakai cat karet secara berulang kali agar hasilnya kuat.

Kulit dibentuk sesuai motif yang dikehendaki, dilekatkan ke benda yang akan dibuat dengan terlebih dulu diberi lem. Agar kuat, lem diber ke benda yang dibuat dan dalam bagian kulit salaknya.

Nurul menuturkan, limbah salak yang terdiri dari kulit salak dan biji salak dapat diproduksi menjadi sepatu akupuntur yang bernilai jual. Bahkan, sepatu dapat didesain penuh gaya untuk remaja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement