Sabtu 06 Jul 2019 10:02 WIB

Pendidikan Agama Dihapus, KPAI: Pendidikan Agama Penting

Pendidikan agama dinilai masih diperlukan di sekolah.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Nur Aini
Pelajar SD dan SMP di Kabupaten Purwakarta, libur belajar selama bulan ramadhan. Akan tetapi, mereka wajib mendalami pelajaran agama baik di sekolah maupun lembaga pendidikan agama lainnya.
Foto: Dok Diskominfo Purwakarta
Pelajar SD dan SMP di Kabupaten Purwakarta, libur belajar selama bulan ramadhan. Akan tetapi, mereka wajib mendalami pelajaran agama baik di sekolah maupun lembaga pendidikan agama lainnya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto menilai pendidikan agama di sekolah adalah hal yang penting bagi pembangunan karakter anak. Ia menilai, pendidikan agama perlu karena selaras dengan semangat kebangsaan. 

Susanto menjelaskan, ada lima alasan mengapa pendidikan agama di sekolah sangat penting. "Pertama, Indonesia merupakan negara yang berlandaskan Pancasila. Sila Pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Maka, pendidikan agama di sekolah sejatinya merupakan realisasi dari sila pertama," kata Susanto, dalam keterangannya, Jumat (5/7).

Baca Juga

Kedua, kata dia, pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak masyarakat. Di dalam sebuah proses pembentukan watak tersebut diperlukan pendidikan agama.

"Tentu pendidikan agama tidak sekedar menjadi pengetahuan tetapi harus mewarnai sikap dan perilaku," kata dia.

Menurut dia, jika saat ini masih ada ada anak yang melakukan tawuran, padahal nilai pendidikan agamanya bagus tidak dibenarkan menjadi alasan pendidikan dihapus. Namun, yang perlu dievaluasi adalah metode pembelajarannya.  

Alasan keempat, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME dan berakhlak mulia. Dengan demikian, kata dia, pendidikan agama merupakan kunci yang mendasar menyiapkan generasi yang berakhlak mulia. 

"Tentu, guru yang mengajar agama harus kompeten, terseleksi dan tidak memiliki kecenderungan memiliki faham radikalisme. Dalam banyak kasus justru yg memiliki kecenderungan radikalisme itu bukan dari guru agama tetapi guru dengan mata pelajaran tertentu dan bicara agama, padahal bukan kompetensinya," kata Susanto.

Selain itu, Susanto menilai menghubungkan pendidikan agama dengan kekhawatiran munculnya radikalisme itu tidak tepat. Justru pendidikan agama akan menjadi lawan dari radikalisme dan terorisme, jika guru yang mengajarkan adalah guru agama yang kompeten dan terseleksi. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement