Selasa 23 Feb 2016 10:35 WIB

Pasien Virus Zika tak Harus Rawat Inap

Rep: Aprilia Safitri Ramdhani/ Red: Indira Rezkisari
Seorang pengunjung mengamati poster yang menginformasikan tentang virus Zika di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Jumat (12/2).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Seorang pengunjung mengamati poster yang menginformasikan tentang virus Zika di RSPI Sulianti Saroso, Jakarta, Jumat (12/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Virus zika kerap mengancam para ibu hamil dan menyebabkan bayi yang dikandungnya lahir dengan keadaan mikrosefalia atau otak bayi yang mengecil.

 

Prof. Dr. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K) mengatakan di negara dengan wabah virus zika membuat larangan kontak dengan penderita. Misalnya wanita hamil dilarang mencium orang lain akibat takut tertular virus zika. Meski Tjandra mengungkapkan bahwa belum ada penelitian lebih lanjut mengenai hal ini.

 

“Jumlah pasien yang terkena virus ini paling banyak ada di Brasil dan Colombia. Dengan ditandai dengan meningkatnya jumlah anak yang lahir dengan kondisi mikrosefalia. Namun, sekali lagi kaitan virus zika dan mikrosefalia belum tentu benar dan harus dilakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam,” ungkapnya dalam acara Diskusi Panel Virus Zika di Ruang Senat FKUI Jakarta, beberapa waktu lalu.

 

Kasus anak yang lahir dengan mikrosefalia di Brasil sendiri saat ini mencapai 4.793 anak. Dimana 17 diantaranya positif terinfeksi virus zika. Jumlah penderita virus ini memang belum terlalu banyak di dunia terutama Brasil.

Gejala virus zika, menurut Dr. dr Leonard Nainggolan, SpPD-KPTI jauh lebih ringan dibandingkan dengan DBD. Di Indonesia belum ada data pasti, namun diperkirakan penderitanya hanya 1/5 atau 1 dari 5 pasien saja.

Pasien virus zika juga jarang ada yang dilakukan rawat inap apabila gejalanya tidak terlalu parah, bahkan tidak menyebabkan kematian. Maka, menurutnya hal ini tidak perlu terlalu dikhawatirkan.

 

“Angka kejadiannya lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penderita DBD yang banyak memakan korban jiwa setiap tahunnya. Tapi, zika belakangan lebih heboh dibandingkan dengan DBD akibat kerap dikaitkan dengan mikrosefalia karena menimbulkan kecacatan kontingental dan kasusnya cukup banyak di Brasil,” lanjut Leo.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement