Selasa 24 Jul 2012 02:11 WIB

Makan Cepat Saji Barat Sebabkan Risiko Jantung di Asia

Tampak seorang pria tengah makan salah satu jenis makanan cepat saji, burger.
Foto: corbis
Tampak seorang pria tengah makan salah satu jenis makanan cepat saji, burger.

REPUBLIKA.CO.ID, SINGAPURA -- Orang Singapura relatif hidup bersih, namun secara rutin mengonsumsi burger, kentang goreng, dan bahan pokok lainnya dari makanan cepat saji ala Amerika Serikat (AS). Pengonsumsi makanan cepat saji itu berisiko terkena diabetes dan kemungkinan lebih besar meninggal karena penyakit jantung.

Jika dibandingkan makanan cepat saji Asia, seperti mie atau pangsit, jauh lebih sehat. Makanan itu tidak mengandung risiko yang sama, sebut studi internasional yang diterbitkan dalam jurnal Circulation. Dengan globalisasi, makanan cepat saji ala AS telah menjadi kebiasaan di Asia Tenggara dan Timur. Studi tersebut mengamati lebih dari 60 ribu orang Singapura keturunan Tionghoa.

"Banyak budaya diterima (makanan cepat ala Barat) karena hal itu sebuah pertanda mereka semakin mengembangkan ekonomi mereka," kata Andrew Odegaard, dari Sekolah Kesehatan Publik Universitas Minnesota, yang memimpin studi tersebut kepada Reuters Health. "Dari sudut pandang budaya hal itu mungkin diinginkan, namun dari perspektif kesehatan ada harga yang harus dibayar."

Para peserta studi diwawancarai pada 1990-an, kemudian dipantau selama satu dekade. Peserta berusia antara 45 dan 74 tahun pada tahap permulaan. Selama studi itu, 1.397 meninggal disebabkan penyakit jantung dan 2.252 terkena diabetes tipe dua.

Mereka yang mengonsumsi makanan cepat saji dua kali atau lebih dalam seminggu, 27 persen lebih besar kemungkinan terkena diabetes dan 56 persen beresiko lebih tinggi meninggal karena penyakit jantung. Berbeda dibandingkan mereka yang mengonsumsi makanan cepat saji lebih sedikit atau tidak sama sekali, sebut hasil temuan para peneliti.

Di antara 811 orang yang mengkonsumsi makanan cepat saji ala Barat empat kali atau lebih dalam seminggu, resiko kematian karena penyakit jantung meningkat sebanyak 80 persen.

Temuan tersebut bahkan dilakukan setelah para peneliti menyesuaikan dengan faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kesehatan termasuk umur, jenis kelamin, berat, status merokok, dan tingkat pendidikan. Faktanya, orang-orang Singapura yang mengonsumsi makanan cepat saji ala Barat, lebih besar orang usia muda, berpendidikan dan aktif secara fisik, serta kecil kemungkinan merokok, daripada mereka yang terjebak dalam diet tradisional.

Tim Odegaard menemukan bahwa makanan cepat saji ala Timur, seperti mie dan pangsit, tidak terkait dengan kasus diabetes tipe 2 dan kematian karena penyakit jantung. "Bukanlah makanan ringan mereka sendiri yang menyebabkan mereka beresiko tinggi terkena penyakit tersebut, melainkan makanan cepat saji ala Amerika," kata dia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement