Selasa 16 Jan 2018 05:13 WIB

Pentingnya Ibu Paham Penyakit Difteri

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Indira Rezkisari
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Pekerja menunjukan vaksin yang mengandung komponen difteri sebelum didistribusikan, di Bandung, Jawa Barat, Senin (18/12).

REPUBLIKA.CO.ID, KENDAL -- Difteri, kini menjadi perhatian khalayak semenjak munculnya kasus penyakit ini, di sejumlah daerah di tanah air. Tak pelak, Pemerintah kembali mendorong imunisasi guna mencegah difteri ini.

Di luar langkah dan upaya yang diambil Pemerintah, ada hal yang penting diketahui oleh masyarakat, terutama kaum ibu dalam keluarga. Yakni gejala-gejala klinis penhakit difteri.

Dokter Spesialis Anak Rumah Sakit Islam Sultan Agung, Citra Primavita Mayangsari SpA mengatakan, tidak semua orang terutama para ibu paham gejala penyakit difteri. Difteri adalah penyakit yang permulaannya sangat ringan. Meski begitu, ibu-ibu juga wajib tahu apa gejala khasnya.

Gejala klinis yang dimaksud, jelas Citra, dimulai dari timbulnya selaput putih seperti warna durian (beslag) di daerah mulut, tenggorokan dan amandel. Gejala khas ini juga disertai dengan demam yang tidak tinggi.

"Kalau orang Jawa jamak menyebut 'nglemeng' serta nyeri tenggorokan, nyeri telan bahkan juga stridor (ngorok)," katanya.

Difteri, masih jelas Citra, merupakan salah satu penyakit infeksi akut dan menular yang disebabkan kuman Corynebacterium Diphteriae. Jika dibiarkan berlarut, bisa mengakibatkan sesak napas dan tentu saja berujung kematian.

Hal lain yang menurut dr Citra perlu dipahami oleh ibu-ibu adalah kuman penyebab difteri menyebar melalui semburan ludah dari seseorang saat batuk atau bersin. Partikel air yang keluar dari seorang yang terkontaminasi kuman difteri akan segera berpindah ke orang yang sehat.

Penting pula membekali anak dengan pemahaman agar tidak minum air dari botol yang sama dengan temannya-temannya. "Karena perilaku ini juga akan berisiko terhadap penularan difteri," tegasnya.

Bila menemukan anak dengan gejala khas seperti itu, lanjut Citra, segera untuk memeriksakan ke klinik atau pusat pelayanan kesehatan terdekat. Bila dibawa ke rumah sakit, tidak tertutup kemungkinan pasien akan dilakukan tindakan isolasi dari pasien lain.

Cara pencegahan yang efektif bagi anak belum terkena difteri adalah imunisasi. Imunisasi dasar DPT pada usia anak 2, 4 dan 6 bulan. Kemudian diulangi lagi pada usia 18 bulan atau 4 tahun sampai 6 tahun.

Imunisasi lanjutan bisa dilakukan setelah sakit 3 bulan setelahnya. "Kepedulian orang tua terhadap anak dan sekitarnya menjadi senjata ampuh untuk menekan penularan dan pencegahan difteri," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement