Senin 14 Aug 2017 18:14 WIB

Mengenal Penyakit Asma

Rep: Novita Intan/ Red: Esthi Maharani
Penderita asma
Foto: Boldsky
Penderita asma

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Data WHO, penyakit tidak menular diperkirakan menjadi penyebab sebesar 71 persen dari seluruh kematian di Indonesia. Salah satunya, asma merupakan urutan tertinggi nomor 13, dan hanya 54 persen yang terdiagnosa dan hanya 30 persen yang terkontrol (Indonesia Asthma Market Research, 2015).

Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, Dr Karen J Atkin mengatakan kebiasaan masyarakat tidak pernah mengetahui gejala awal penyakit asma. Mereka hanya mengetahui, diagnosa awal seperti batuk.

"Sangat penting kita mengetahui jika penyakit asma itu bisa mematikan. Banyak kasus yang terjadi ketika sesak nafas baru dilarikan ke UGD, padahal asma itu bisa dicegah dari awal," ujarnya di Grand Hotel Sahid, Jakarta, Senin (14/8).

Penderita asma memiliki saluran pernapasan yang lebih sensitif dibandingkan orang lain tanpa asma. Ketika paru-paru teriritasi oleh pemicu (iritasi udara, infeksi saluran napas, obat tertentu) maka otot-otot saluran pernapasan penderita asma akan menjadi kaku dan membuat saluran tersebut menyempit.

Selain itu, akan terjadi peningkatan produksi dahak yang menjadikan bernapas makin sulit dilakukan. Dengan minimnya lintasan udara di saluran napas, oksigen pun berkurang di paru-paru bahkan tak ada sama sekali. Penderita bisa pingsan bahkan meninggal seketika.

Sebagai pemimpin dalam pengembangan pengobatan kardiovaskuler, diabetes, respiratori dan kanker, AstraZeneca berkomitmen untuk bekerjasama dengan tenaga medis, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan penderita penyakit tidak menular mendapatkan akses pengobatan yang dibutuhkan.

Dengan mempertimbangkan bahwa penyakit asma merupakan penyebab kematian ke-13 di Indonesia, AstraZeneca telah menyusun dua program, yaitu program Healthy Lung yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas tenaga kesehatan di Puskemas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dalam hal diagnosis dan terapi penyakit asma, dan PPOK, termasuk didalamnya diagnosa risiko penyakit kanker paru pada pasien tuberkulosis.

Sepanjang tahun 2014-2017, AstraZeneca telah mendonasikan 7.000 tes diagnostik mutasi EGFR gratis untuk pasien BPJS penderita kanker paru dan membangun 11 laboratorium untuk tes mutasi e-GFR, mutasi yang paling sering menyebabkan kanker paru. AstraZeneca baru saja meluncurkan tes diagnostic EGFR berbasis darah gratis untuk pasien BPJS untuk memastikan bahwa diagnosa kanker paru yang baik akan menjangkau lebih banyak pasien dengan menggunakan circulating tumour DNA (ct-DNA), dan akan memperluas diagnosa kanker paru untuk segmen pasien yang lebih luas seperti penderita tuberkulosis.

Ke depan, AstraZeneca ingin memastikan bahwa sebagian besar Puskesmas di wilayan DKI Jakarta mempunyai kemampuan menggunakan nebulizer untuk merawat pasien asma. Secara global, sebanyak 38 juta orang setiap tahunnya meninggal akibat penyakit tidak menular.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement