Ahad 25 Sep 2016 01:35 WIB

Awas! Rokok Jadi Masalah Terbesar di Kasus Jantung Koroner

Rep: Adysha Citra R/ Red: Indira Rezkisari
Larangan merokok
Foto: EPA
Larangan merokok

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyakit jantung koroner merupakan merupakan jenis penyakit jantung dengan jumlah kasus terbanyak di dunia. Pemicu jantung koroner, yaitu proses pengerasan pembuluh darah koroner, berhubungan dengan beberapa faktor risiko di mana salah satu faktor risiko terbesarnya ialah kebiasaan merokok.

Ketua PERKI Dr dr Ismoyo Sunu SpJP(K) FIHA FasCC mengatakan penyakit jantung koroner memiliki beberapa faktor risiko seperti gula darah yang tinggi serta stres. Akan tetapi, Ismoyo mengatakan ada tiga fakor risiko utama dari penyakit jantung koroner yang sepatutnya dihindari.

"Faktor risiko utama itu tiga, rokok, hipertensi serta kolesterol," ungkap Ismoyo saat ditemui di Badan Litbang Depkes Indonesia, kawasan Percetakan Negara.

Terkait ketiga faktor risiko utama tersebut, Ismoyo mewanti-wanti bahaya dari rokok terhadap jantung. Pada perokok aktif, Ismoyo menyarankan agar segera berhenti dari kebiasaan merokok. Sedangkan pada perokok pasif, Ismoyo menyarankan agar menjauhi asap rokok.

Senada dengan Ismoyo, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan RI dr Lily S Sulistyowati MM juga menyarankan agar masyarakat mulai menjauhi rokok. Alasannya, rokok tidak hanya memperbesar risiko penyakit jantung koroner pada perokok aktif tetapi juga orang di sekelilingnya.

Selain itu, Lily juga menilai bahwa kebiasaan merokok menjadi penyebab semakin mudanya rentang usia penderita penyakit jantung koroner. Jika sebelumnya penyakit ini cenderung ditemui pada usia 65 tahun ke atas, saat ini penyakit jantung koroner ditemukan pada penderita yang jauh lebih muda.

"Sekarang usia perokok semakin muda," lanjut Lily.

Lily juga berpesan agar masyarakat tidak berdalih bahwa perokok bisa hidup panjang dan sehat. Lily mengatakan sebagian orang memang memiliki daya tahan tubuh yang lebih baik dan kebetulan merupakan seorang perokok dan mencapai umur yang panjang. Akan tetapi, jika orang tersebut tidak merokok, harapan hidupnya dapat jauh lebih panjang.

"Itu hanya penyangkalan, bahwa rokok nggak apa-apa. Coba lihat data di rumah sakit, jauh lebih banyak yang tidak (sehat atau berumur panjang)," kata Lily.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement