Ahad 06 Dec 2015 13:28 WIB

Alergi Wi-Fi, Apa Benar Ada?

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Winda Destiana Putri
Internet
Internet

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Belakangan, berdasarkan informasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebagian orang merasakan sakit kepala, mual dan iritasi kulit akibat sensitifitas gelombang elektromagnetik atau yang sering disebut hipersensitifitas elektromagnetik (EHS). Namun, apakah alergi semacam ini ada?

Dalam kasus terbaru yang diulas The Daily Mirror pada November lalu, seorang gadis berusia 15 tahun di Inggris mengakhiri hidupnya setelah mengaku mengalami alergi sinyal nirkabel wi-fi. Sinyal wi-fi di sekolah membuat gadis itu membuatnya sering mual, sakit kepala hebat dan sulit berkonsentrasi.

Dalam hasil ulasan 46 studi EHS yang dimuat dalam jurnal Bioelectromagnetics pada 2009, partisipan yang dilibatkan dalam studi EHS mengaku mengalami gangguan fisik seperti sakit kepala dan nyeri otot ketika berada di dekat perangkat yang memancarkan sinyal elektromagnetik seperi stasiun wi-fi, ponsel, dan layar komputer.

Dalam tes saintifik terhadap mereka yang terekspos sinyal elektromagnetik itu, partisipan tidak diberi tahu kapan sinyal elektromagnetik dipancarkan dan dimatikan. Hasilnya, mereka tak bisa membedakan kedua kondisi itu.

Bagaimana dengan klaim gangguan fisik yang dialami partisipan? ''Mereka yang mengatakan mengklaim EHS sebenarnya sedang tidak sehat,'' kata dosen senior psikologi King's College London yang mengulas puluhan studi ini, James Rubin seperti dilansir Live Science, belum lama ini.

Meski WHO menyebut gangguan yang dialami bisa berbeda orang per orang, EHS tak bisa didiagnosis secara medis. ''Belum ada dasar sains yang menghubungkan EHS dengan frekuensi elektromagnetik (EMF),'' tulis WHO di laman resmi mereka.

Dalam uji yang dilakukan Rubin dan ia tulis pada 2009, seribu orang dilibatkan tes EHS ini. Dalam laporannya, Rubin menyimpulkan, eksperimen berulang tidak menunjukkan fenomena EHS dalam kondisi terkontrol.

Wi-Fi, kata Rubin, bisa jadi bukan biang persoalan yang sering dijadikan kambing hitam penderita EHS. Kondisi kesehatan yang berbeda pada tiap individu bisa jadi sumbernya.

Faktor lain yang Rubin nilai berpengaruh juga adalah nocebo effect dimana seseorang percaya paparan EMF memicu gejala EHS, bahkan saat paparan EMF tidak ada.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement