Senin 08 Jun 2015 10:00 WIB

Hipertensi Masih Jadi Masalah Besar Di Indonesia

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Penderita Hipertensi (darah tinggi) sedang diperiksa tekanan darahnya, Ilustrasi
Foto: Blogspot
Penderita Hipertensi (darah tinggi) sedang diperiksa tekanan darahnya, Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Perhimpunan Hipertensi Indonesia atau Indonesian Society of Hypertension (InaSH), dr Nani Hersunarti, SpJP, FIHA.

Ia menjelaskan hipertensi ditandai dengan tekanan darah lebih dari atau sama dengan 140 per 90 mmHg. Masalah utama adalah hipertensi sebagai the “silent killer” karena sering kali tanpa gejala. Tujuh juta orang di seluruh dunia meninggal tiap tahun akibat hipertensi. Begitu juga di Indonesia, kasus ini masih menjadi masalah besar.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan kasus hipertensi di Indonesia sekitar 31,7 persen. Penderita laki-laki sebanyak 31,3 persen dan perempuan 31,9 persen. Sementara Riskesdas tahun 2013, hipertensi di Indonesia sekitar 25,8 persen, laki-laki 22,8 persen dan perempuan 28,8 persen.

 

Satu dari empat orang menderita hipertensi. Bahkan pada usia lanjut (lebih dari 65 tahun) menunjukkan satu dari dua orang menderita hipertensi, artinya satu dari dua lansia berisiko tinggi terkena stroke, penyakit jantung dan gagal ginjal bila tidak terdeteksi dini dan tidak terobati hipertensinya.

 

Data menunjukkan sekitar 50 persen penderita hipertensi tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Hipertensi menjadi faktor risiko penyakit yang menyebabkan kematian urutan pertama, disusul stroke, penyakit jantung, dan menjadi faktor risiko gagal ginjal.

Sayangnya, berdasarkan data lanjut Riskesdas tahun 2007, kasus hipertensi yang sudah terdiagnosis atau yang telah minum obat hipertensi masih rendah yaitu 24,2 persen. Angka menunjukkan 75,8 persen kasus hipertensi di masyarakat belum terjangkau pelayanan kesehatan.

Data ini akan memprediksi kemungkinan masih banyak penderita hipertensi akan datang ke fasilitas kesehatan sudah dengan komplikasinya, mengakibatkan beban ekonomi bagi masyarakat dan pemerintah.

Meskipun data beban ekonomi total di Indonesia belum ada, namun beban rawat jalan enam bulan pertama penyakit kastotropik termasuk di dalamnya penyakit jantung, stroke, ginjal, di rumah sakit saja mencapai lebih dari Rp 5 triliun.

Partisipasi semua pihak, baik dokter dari berbagai bidang peminatan hipertensi, pemerintah, swasta maupun masyarakat diperlukan agar hipertensi dapat dikendalikan. Keberhasilan pengendalian hipertensi akan menurunkan pula kejadian stroke, penyakit jantung dan penyakit gagal ginjal. Hipertensi yang dikendalikan akan mengurangi beban ekonomi dan sosial bagi keluarga, masyarakat, pemerintah terhadap komplikasi yang diakibatkannya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement