Sabtu 28 Jul 2012 15:06 WIB

Dahlan Minta Obat Hepatitis Diproduksi di Dalam Negeri

Hepatitis A (ilustrasi)
Foto: salingsilang.com
Hepatitis A (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan meminta obat hepatitis dapat diproduksi seluruhnya di dalam negeri sehingga dapat menekan biaya mengingat biaya berobat penderita hepatitis saat ini yang masih cukup mahal.

"Kita harus produksi sendiri, mumpung saya jadi Menteri BUMN-nya. Saat ini Kimia Farma sudah mulai memproduksi dengan kerja sama dari India dengan harga yang lebih terjangkau," ujar Dahlan ketika memberikan testimoni dalam peringatan Hari Hepatitis Sedunia di Kementerian Kesehatan, Jakarta, Sabtu.

Dahlan Iskan sendiri merupakan mantan penderita hepatitis dan telah mengalami transplantasi hati lima tahun yang lalu dan mengaku obat hepatitis yang dikonsumsinya menelan biaya hingga Rp 800 ribu perbulannya.

Sedangkan produksi Kimia Farma disebutnya dapat menekan biaya obat itu menjadi hanya Rp 146 ribu perbulannya, atau jauh lebih rendah dari sebelumnya.

Bahkan Dahlan menyebut Kimia Farma juga telah merencanakan untuk membangun rumah sakit khusus hepatitis, mengingat jumlah penderita hepatitis yang sangat banyak, diperkirakan di Asia Tenggara sendiri jumlah penderitanya mencapai 130 juta orang.

Indonesia juga merupakan negara dengan prevalensi tinggi yaitu lebih dari 8 persen untuk hepatitis B dengan tingkat endemisitas tinggi.

"Saya juga sempat berkeliling apotik dan ada yang mengaku obat Tamivudine (untuk hepatitis) hanya laku 36 kapsul dalam sebulan, padahal obat ini harus dikonsumsi tiap hari," ujar Dahlan.

Di seluruh Indonesia, jumlah Tamivudine dikatakan Dahlan hanya terjual 350 botol per bulan, jumlah yang sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah penderita hepatitis yang sudah teridentifikasi maupun yang belum.

Penyakit hepatitis berbahaya karena tidak menunjukkan gejala spesifik hingga kerusakan hati telah parah, mengalami pengerasan (sirosis) maupun kanker hati yang terjadi 20-30 tahun dari awal terinfeksi.

"Gak ada gejalanya, saya juga tahu pas muntah darah, ternyata saluran pencernaan saya penuh gelembung-gelembung darah, sudah terjadi kanker," papar Dahlan mengenai pengalamannya.

Setelah terinfeksi, pengobatan bagi hepatitis diakui Dahlan selain mahal juga cukup rumit dengan dokter-dokter ahli di rumah sakit berbeda bahkan tidak satu pendapat mengenai sistem pengobatan yang lebih optimal.

Mendengarkan pengakuan itu, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi mengatakan ia akan menginstruksikan para dokter ahli penyakit hati untuk selalu di "update" (perbarui) ilmu mereka dan diberi pengetahuan yang benar agar pasien mendapatkan perawatan terbaik.

"Jadi saya intruksikan agar tidak terjadi adu urat leher antara dokter, satu bilang limpanya dibuang, yang lain bilang dipotong saja," kata Menkes ditujukan kepada Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) Rino A. Gani.

Selain memperbarui pengetahuan para dokter ahli hati, Menkes juga mengatakan Kementerian Kesehatan akan mempromosikan pengobatan hepatitis dengan Lamivudine kepada seluruh dokter, yang biayanya lebih murah karena hak patennya telah habis.

"Kita akan promosikan ke semua petugas kesehatan, seperti dokter. Lamivudine itu obat anti virus, dipakai untuk hepatitis dan juga AIDS," kata Menkes.

sumber : ANTARA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement