Ahad 21 Nov 2010 23:04 WIB

Yuk, Kita Cermati Hitungan Napas

Rep: reiny dwinanda/ Red: irf
Penderita gangguan napas
Foto: Musiron/Republika
Penderita gangguan napas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pneumonia merupakan salah satu bentuk P infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang berbahaya. Akut menandakan gangguannya berlangsung mendadak. Begitu terserang pneumonia, paru-paru tersengal menjalankan fungsinya. "Alhasil, tubuh kekurangan oksigen," jelas Ketua Respirologi UKK Ikatan Dokter Anak Indonesia, Darmawan.

Kekurangan pasokan oksigen dapat berakibat serius pada penderitanya. Persoalannya, belum ada kesamaan persepsi antara dokter dan petugas kesehatan di Puskesmas tentang hitung napas. "Padahal, ini adalah salah satu cara mengenali pneumonia," sesal Subuh.

Boediman menjelaskan biasanya pneumonia didahului dengan gejala selesma (common cold). Penderitanya mengalami demam yang disertai atau tanpa batuk dan pilek. "Gejala ini dapat dibarengi nyeri kepala dan hilang nafsu makan." Begitu kuman pneumonia masuk, ia menginfeksi saluran napas bawah. Napas pun menjadi cepat dan sesak. "Jika anak yang mengalaminya tidak mau makan, minum, dan demam, sebaiknya periksakan ke rumah sakit," saran Darmawan.

Sejauh ini, hanya segelintir orang tua maupun pengasuh anak yang bisa mengenali pneumonia. Untuk itu, masyarakat perlu meningkatkan kemampuan untuk mengenali gejala pneumonia. "Kita bisa memberikan pertolongan lebih cepat jika orang di sekitar anak tanggap dan bekerja sama dengan tenaga kesehatan," cetus Darmawan.

Tak perlu sound timer seperti di rumah sakit untuk melakukan hitung napas. Anda hanya membutuhkan arloji yang dilengkapi jarum penunjuk detik. "Letakkan tangan di dada atau perut anak dan hitung berapa kali gerak napasnya," ucap Darmawan.

Seperti apa gerak napas yang dihitung? Pilih salah satu dari tarikan atau embusan napas. "Frekuensi normal per menitnya 60 untuk bayi kurang dari dua bulan, 50 untuk bayi usia dua hingga 12 bulan, dan 40 untuk anak usia satu sampai lima tahun," urai Darmawan.

Perhatikan pula tanda sesak napas. Selain napas cepat, cermati apakah anak menggunakan otot napas ekstra. "Adakah tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, sela-sela rusuk bawahnya menjadi cekung," papar Darmawan. Di samping itu, waspadai adanya kejang atau kebiruan pada anak. Ini menandakan suplai oksigen sudah sangat minim. "Semakin muda usia bayi, makin tidak khas gejalanya," ungkap Darmawan.

Di rumah sakit, dokter akan melakukan pemeriksaan lengkap terhadap penyakit yang bisa disebabkan oleh virus, bakteri, jamur, ataupun parasit itu. Termasuk cek leukosit sebagai penanda infeksi dan rontgen dada. "Namun, di daerah perifer, tanda cekung di dada saja sudah cukup untuk mendiagnosis anak," tandas Darmawan.

Andaikan ringan, anak yang mengalami pneumonia dapat dirawat dirumah dengan antibiotik yang diresepkan dokter. Dikatakan ringan jika si kecil hanya mengalami napas cepat. "Nmun, jika ada gangguan napas berat, kesulitan makan dan minum, penderitanya di bawah dua tahun, dan ada penyakit penyerta lain seperti cerebral palsy, anak harus diopname," tutur Darmawan.

Kendati dokter tidak mengetahui secara persis kuman penyebabnya, antibiotik tetap menjadi terapi utama pneumonia. Itu dilakukan lantaran sukar pengambilan sampel cairan di paru untuk tes laboratorium sukar dilakukan. "Karenanya, antibiotik harus diberikan dengan pilihan dan dosis yang tepat yakni sesuai dengan derajat penyakitnya," ujar Darmawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement