Rabu 04 Oct 2017 08:07 WIB

Benarkah Kopi Mampu Membantu Pasien Parkinson?

Rep: ADYSHA RAMADHANI/ Red: Winda Destiana Putri
Kopi
Foto: Republika/Wihdan
Kopi

REPUBLIKA.CO.ID, Pada 2012 lalu, pasien Parkinson mendapat angin segar dari sebuah temuan yang dimuat dalam jurnal Neurology. Temuan tersebut menunjukkan bahwa kafein dapat meringankan keluhan tremor dan masalah-masalah gerakan lain pada pasien Parkinson.

Temuan ini menjadi cukup viral dan mendorong banyak pasien Parkinson untuk mengonsumsi kopi secara rutin. Satu hal yang tak disadari adalah temuan ini hanya berdasarkan pada studi jangka pendek selama enam minggu.

"Kita harus selalu memverifikasi apapun," ungkap associate professor di bidang neurologi dari McGill University Health Center Dr Ronald Postuma, seperti dilansir Medline Plus.

Uji klinis jangka panjang menunjukkan bahwa konsumsi kafein tak memiliki dampak pada tremor maupun masalah-masalah gerakan lain yang dialami pasien Parkinson. Dengan kata lain, klaim bahwa konsumsi kafein dapat meringankan keluhan gangguan motorik pasien Parkinson tidak terbukti.

"Ini menutup peluang kopi untuk menjadi terapi bagi gangguan motorik Parkinson," lanjut Postuma.

Uji klinis ini diikuti oleh 121 pasien Parkinson yang rata-rata sudah menderita Parkinson selama empat tahun. Setengah dari pasien tersebut diminta untuk mengonsumsi kapsul kafein 200gr sebanyak dua kali per hari. Jumlah kafein ini setara dengan meminum tiga gelas kopi per hari. Setengah pasien lainnya diminta untuk mengonsumsi kapsul placebo yang memang tidak memiliki efek terhadap gangguan motori pada pasien Parkinson.

Dalam percobaan jangka panjang ini, Postuma dan tim tidak menemukan bahwa kafein mampu membantu pasien Parkinson. Tak ada perbedaan berarti yang ditunjukkan oleh pasien yang mengonsumsi kapsul kafein maupun kapsul placebo. "(Hasil) kedua grup terlihat benar-benar sama," ujar Postuma.

Adanya perbedaan kontras antara percobaan jangka pendek dan jangka panjang ini menunjukkan adanya potensi berbahaya untuk menerapkan sesuatu berdasarkan terapi jangka pendek. Sebelum bisa benar-benar diterapkan, hasil penelitian jangka pendek atau berskala kecil harus dikonfrimasi melalui replikasi dan verifikasi. Studi konfirmasi ini memang dirancang untuk menguji hipotesis yang ditunjukkan penelitian jangka pendek atau berskala kecil. "Ini merupakan standar ilmu pengetahuan, dan banyak orang yang tidak memahami itu," tegas Hall.

sumber : Center
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement