Kamis 27 Jul 2017 20:19 WIB

Myoma Uteri, Berbahayakah?

Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr  Rinto Riantori, SpOG
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr Rinto Riantori, SpOG

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Myoma uteri merupakan salah satu tumor jinak pada rahim yang sering ditemukan pada wanita usia subur dan biasanya terjadi tanpa gejala namun dapat terdeteksi dan dapat diobati. Kejadian myoma uteri di dunia sekitar 20 - 35% sedangkan di Indonesia 2.4 - 11.7% dari populasi.

Seorang wanita dengan ibu yang memiliki riwayat myoma uteri 2,5 kali lipat lebih tinggi berisiko memiliki penyakit yang sama. Myoma uteri dapat menyebabkan terjadinya gangguan fertilitas (sulit memiliki keturunan), menyebabkan keguguran pada trimester awal kehamilan, bayi lahir prematur dan perdarahan paska melahirkan, walaupun tidak pada semua jenis myoma uteri (bergantung dari letak myoma).

Penyebab pasti myoma uteri belum diketahui namun terutama berhubungan dengan hormon estrogen dan progesteron, genetik / keturunan, dan faktor-faktor pertumbuhan. Faktor risiko terjadinya myoma lain adalah semakin meningkat usia maka kejadian myoma juga meningkat, berat badan yang berlebih (obesitas), jarang berolahraga dan lifestyle (diet, alkohol, kafein, merokok dan stres).

"Myoma pada wanita hamil juga dapat semakin membesar, ini diduga berhubungan dengan peningkatan hormon-hormon pada kehamilan," ujar Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi dr  Rinto Riantori, SpOG kepada Republika Online, Kamis (27/7).

Menurut dr Rinto, kadang kala didapatkan perdarahan abnormal di luar siklus haid, haid yang memanjang dan banyak hingga dapat menyebabkan anemia, nyeri pada area panggul, dismenorea (nyeri pada saat haid). "Sering buang air kecil juga merupakan gejala yang dapat timbul akibat penekanan kandung kemih karena pembesaran myoma, termasuk pembesaran pada abdomen (perut) apabila myoma tersebut semakin membesar," katanya.

Myoma uteri dapat dideteksi melalui pemeriksaan USG atau menggunakan MRI untuk evaluasi lebih tepat terhadap jumlah, ukuran dan posisi pada rahim sehingga dapat juga menentukan jenis terapi yang akan dipilih oleh dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi.

Terapi yang dapat dilakukan untuk myoma uteri adalah dengan observasi, obat-obatan, pemberian injeksi hormonal apabila ukuran myoma kurang dari 5 cm, dengan tindakan bedah apabila lebih besar dan dinilai dapat mempengaruhi fertilitas dengan ukuran yang semakin membesar.

"Pembedahan dapat juga dilakukan bersamaan dengan sectio caesaria pada saat kelahiran bayi," ungkap dokter kandungan yang berpraktek di RS Bunda Dalima BSD dan RS Medika BSD ini.

   

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement