Kamis 27 Jul 2017 15:22 WIB

Faktor Genetik Picu Ketergantungan Narkoba

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Indira Rezkisari
Narkoba jenis tembakau Gorilla.
Foto: Republika/Darmawan
Narkoba jenis tembakau Gorilla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kecanduan narkoba dan zat adiktif lainnya disinyalir terpicu dari sisi genetik seseorang. Pada orang Asia bahkan disebut ada aspek genetik yang membuatnya lebih rentan narkoba.

"Ada aspek genetik contoh ras Asia tak miliki enzim tubuh tertentu yang menimbulkan kerentanan tertentu," ujar Dokter Klinik Adiksi Departmen Psikiatri FK UI- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Kristiana Siste Kurniasanti SpKJ. (K) dalam seminar The Challenge of New Psychoactive Substances, seperti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (27/7).

Seseorang, katanya, dapat menjadi penyalahguna narkotika atau ketergantungan karena adanya keterkaitan dari sifat genetik ketergantungan DNA yang diturunkan dari orangtua kepada anaknya. Baru kemudian faktor lingkungan dan faktor kemudahan mendapatkan zat narkotika tersebut.

Kristiana membuktikan dari penelitian terhadap anak kembar. Mereka berdua sama-sama punya sifat ketergantungan terhadap narkotika serta zat adiktif. Namun, diakuinya, gen tak bekerja sendiri.

"Di sebuah kepribadian individu tertentu sifat ketergantungan tadi bisa berekspresi, misal terhadap anak temperamen, mudah bosan, adventureous (petualang), dan reward dependent (senang dipuji) yang mudah putus asa," kata Kristiana.

Setelah itu barulah faktor lingkungan berpengaruh sangat besar. Lantaran dalam sebuah penelitian lain terhadap orangtua alkoholik sebanyak 50 persen responden anak-anak mengalami penyalahgunaan alkohol karena sifatnya imitatif.

"Jadi kita tidak bisa memisahkan area biologis, psikologis, dan lingkungan dalam kasus ketergantungan terhadap NAPZA," ujarnya.

Dari kacamata medis, pecandu menurutnya termasuk gangguan penyakit otak kronis (chronic brain disease). Sehingga pengobatannya dengan melakukan terapi pelaku dan obat. Para dokter pun merekomendasikan pecandu NAPZA dimasukkan ke pusat kesehatan untuk memulihkan kondisi psikisnya.

"Sangat mungkin mereka kambuh lagi karena mengalami collapse brain disease yang kami atasi agar tak kambuh terlalu sering," ujar Kristiana.

Ia pun mengingatkan agar setiap individu yang tidak mempunyai potensi genetik tidak mencoba narkotika dan zat aditif maupun News Psychoactive Substances (NPS) agar tak memicu ketergantungan. Lantaran jika telanjur mencoba otomatis memunculkan emosi negatif berupa rasa tak nyaman, kecemasan, dan merasa bersalah.

"Biasanya adiksi NPS timbul akibat gangguan kontrol impuls dan mencari kepuasan. Kedua,ada gangguan kompulsif berupa kecemasan atau tekanan serta adanya gangguan percaya diri dan gangguan hubungan komunikasi dengan orang tua," katanya.

Ia menegaskan solusi dengan NPS dan narkotik justru menjerumuskan individu karena mereka berusaha mengobati sendiri (self medication hypothesis) gangguan psikisnya. Sehingga siklus gangguan jiwanya malah seakan melingkar tanpa solusi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement