Jumat 26 May 2017 07:31 WIB

Lama Berdiri dalam Kereta? Waspada Bahayanya

Rep: Adysha Citra Ramadani/ Red: Ilham
 Penumpang kereta berdiri (ilustrasi).
Penumpang kereta berdiri (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdiri terlalu lama di dalam kereta ternyata dapat memberi pengaruh negatif bagi kesehatan dan juga produktivitas kerja. Jika dibiarkan, kondisi ini dapat menyebabkan stres bahkan depresi.

Hal ini diketahui melalui sebuah penelitian yang melibatkan lebih dari 34 ribu orang dewasa di Inggris. Semakin lama waktu yang dihabiskan setiap hari di dalam kereta, semakin besar pula risiko kesehatan yang dihadapi.

Kelompok yang menghabiskan waktu lebih dari satu jam di dalam kereta memiliki kecenderungan masalah kesehatan mental yang paling buruk. Mereka 33 persen lebih rentan mengalami depresi dan 12 presen lebih mungkin mengalami stres terkait pekerjaan.

Kelompok ini juga berpotensi mengalami kurang tidur. Alasannya, mereka yang terlalu lama menghabiskan waktu di dalam kereta memiliki risiko 46 persen lebih besar mengalami kurang tidur di bawah tujuh jam per hari.

Jika dibiarkan, faktor-faktor ini akan menyebabakn si pengguna kereta menjadi kurang produktif. Perbedaan produktivitas ini terlihat nyata jika dibandingkan dengan karyawan yang mendapatkan waktu kerja fleksibel sehingga dapat menghindari keramaian kereta.

Di sisi lain, pengguna kereta yang hanya menghabiskan waktu perjalanan kurang dari 30 menit merasakan dampak yang lebih baik. Jika dikalkulasikan, akumulasi produktivitas mereka dalam satu tahun ternyata tujuh hari lebih banyak. Selain itu, tim peneliti juga menemukan bahwa pengguna kereta yang mendapatkan tidur cukup serta kesehatan mental yang baik cenderung lebih positif.

Melakukan 'kompensasi' dengan bekerja dari rumah ternyata tidak mampu melawan efek yang timbul dari perjalanan kereta dalam waktu lama. Pekerja yang bekerja di rumah namun tidak memiliki jam kerja fleksibel justru menjalani produktivitas paling rendah dibandingkan kelompok pengguna kerja lainnya.

"Mereka rata-rata kehilangan 29 hari kerja setiap tahun, lebih banyak dibandingkan dengan orang yang tidak bekerja di rumah maupun yang memiliki perjanjian kerja fleksibel," kata tim peneliti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement