Rabu 26 Apr 2017 14:17 WIB

Stroke Ibarat Bom Waktu, Meledak dalam 3 Jam

Rep: Nora Azizah/ Red: Indira Rezkisari
Pasien penderita stroke saat dirawat di sebuah rumah sakit.
Foto: dok.Republika
Pasien penderita stroke saat dirawat di sebuah rumah sakit.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Serangan stroke ibarat 'bom waktu' bagi hidup manusia. Datangnya tiba-tiba. Namun hanya sedikit waktu yang diberikan untuk membuatnya menjadi jinak. Para pakar medis dunia sepakat, seorang pasien stroke hanya memiliki waktu sedikitnya tiga jam untuk mendapat penanganan ahli. Waktu tersebut terhitung dari awal pertama serangan terjadi.

Bila melebihi waktu tiga jam tentu akan berakhir tidak menyenangkan. Mayoritas penderita stroke dengan penanganan terlambat akan berakhir dengan kelumpuhan. Namun tak jarang pula memiliki akhir kematian. Salah satu stroke yang berbahaya dan mematikan, yakni stroke iskemik atau sumbatan aliran darah dalam otak. Penderika stroke iskemik biasanya berujung pada lumpuh permanen dan kematian.

Waktu menjadi aspek terpenting dalam penanganan stroke akut. Sebab, dua menit setelah stroke akan memengaruhi dua juta sel otak rusak secara permanen. Sejauh ini stroke iskemik harus ditangani dengan trombolisis atau penghancuran penyumbatan darah. Berdasarkan data terakhir Persatuan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI), pada 2012-2014 terdapat registrasi pasien stroke yang melibatkan 18 rumah sakit.

Dari total registrasi sebanyak 67 persen di antaranya menderita stroke iskemik. Namun hanya 3,7 persen saja yang mendapat penanganan trombolisis. "Padahal penanganan trombolisis memberikan peluang bagi penderita untuk sembuh permanen dari serangan stroke," ujar Ketua Umum PERDOSSI Prof. Moh. Hasan Machfoed. M. D. Sc. Ph.D dalam acara diskusi media bersama Boehringer Ingelheim di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Hasan menjelaskan, angka trombolisis memang meningkat sejak dua tahun lalu. Salah satunya sejak mendapat dukungan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Namun hingga saat belum terdapat standar prosedur trombolisis untuk stroke iskemik akut. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi para praktisi kesehatan untuk memberikan respons cepat dalam menangani stroke.

Berkolaborasi Menyusun Proposal Tatalaksana

Kesulitan dalam penerapan tatalaksana penanggapan pasien stroke salah satunya tidak ada standar pusat di Indonesia. Kemudian biaya dan ketersediaan alat juga menjadi hambatan penerapan dari protokol tatalaksana. Latar belakang tersebut membuat Boehringer Ingelheim menciptakan program Angels Initiative. Program tersebut sudah diluncurkan di Eropa sejak Juli 2016 lalu.

Angels Initiative merupakan program global demi meningkatkan penanganan stroke secara menyeluruh. "Program ini bertujuan membantu rumah sakit meningkatkan sistem penanganan pasien stroke lebih cepat," ujar Presiden Direktur Boehringer Ingelheim Indonesia Jorge Wagner. Perusahaan berkolaborasi dengan PERDOSSI dalam menyusun Protokol Tatalaksana Trombolisis Stroke Iskemik Akut di Indonesia.

Protokol yang dibuat akan diterapkan pihak rumah sakit ketika kedatangan pasien stroke. Dalam peluncuran perdananya, tatalaksana tanggap stroke dihadiri 34 perwakilan dari berbagai rumah sakit di Indonesia. Rumah sakit tersebut tersebar di berbagai wilayah, di antaranya Jabodetabek, Medan, Surabaya, Medan, Bandung, dan Banda Aceh. Angels Initiative diharapkan bisa diterapkan sebanyak 60 rumah sakit di Indonesia dalam waktu dekat.

Boehringer melihat, Indonesia sudah siap dari segi tenaga medis dalam menangani stroke. Dalam satu tahun ke depan diharapkan proposal tatalaksana bisa menyentuh 300 rumah sakit di seluruh Indonesia. Saat ini Angels Initiative juga sudah merangkul pada 452 rumah sakit di Eropa, dan 300 rumah sakit siap menangani stroke dengan cepat di Asia Tenggara serta Korea Selatan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement