Selasa 25 Apr 2017 22:03 WIB

Imunisasi Jadi Bagian Hak Dasar Anak

Rep: Rr Laeny Sulistywati/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah warga mengantre untuk memberikan vaksin polio kepada anaknya saat Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio 2016 di Desa Gondang Manis, Kudus, Jawa Tengah (14/3).
Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Sejumlah warga mengantre untuk memberikan vaksin polio kepada anaknya saat Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio 2016 di Desa Gondang Manis, Kudus, Jawa Tengah (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan imunisasi adalah bagian dari hak dasar anak. Imunisasi jadi bagian hak kesehatan dan hak kesehatan adalah bagian dari hak dasar anak yang harus dilindungi dan tidak boleh dikurangi dalam kondisi dan situasi apapun. 

"Ini tidak boleh dikurangi dan juga dihilangkan. Mengabaikan imunisasi sebagai hak keaehatan berarti pengabaian terhadap hak dasar anak Indonesia," kata Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh, saat pemaparan mengenai kebijakan program imunisasi nasional dan situasi naskonal imunisasi di Indonesia, di Jakarta, Selasa (25/4).

Umtuk itu ia mengatakan negara memiliki tanggung jawab untuk melindungi hak dasar itu dan salah satunya hak imunisasi itu. Terlebih, kata dia, konstitusi utamanya setelah amandemen lebih menegaskan kembali hak dasar ini. Ia menyebut pasal 28 H ayat 1 undang-undang dasar (UUD) 1945 yang menyatakan bahwa aetiap prang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik serta memperoleh pelayanan kesehatan dan wujud pelayanan kesehatan itu yaitu imunisasi.

Sekretaris umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim B Yanuarso mengatakan, penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) bisa bermunculan jika cakupan imunisaai atau vaksinasi kurang dari 60 persen. Ia menyebut vaksinasi harus tinggi cakupannya yaitu diatas 80 persen. Karena jika cakupan kurang dari 60 persen saja, penyakit-penyakit ini bisa muncul lagi.

Ia menyebutkan wilayah-wilayah yabg menolak vaksinasi seperti Aceh, Padang, Cirebon hingga wilayah tapal kuda seperti Jember, Bondowoso, Situbondo karena maayarakatnya enggan vaksinasi ketika cakupan 40 persen saja maka wabah penyakit timbul lagi. "Contohnya Dinas Kesehatan Padang sudah mengeluh rendahnya cakupan vaksin pada 2012 dan dua tahun kemudian wabah difteri muncul," ujarnya.

Belum lagi isu halal haram yang berhembus di daerah yang religius atau isu konspirasi Yahudi. Padahal, kata dia, imunisasi sangat aman dan efektif sampai lanjut usia. 

Ia menyebut PD3I yang berbahaya, mematikan, dan menular bisa ditekan bisa ditekan.  Contohnya batuk rejan, polio yang sampai harus masuk iron lung, difteri yang membuat leher penderitanya dilubangi agar bisa bernapas dan toksin difteri bisa menyerang jantung. Atau radang otak yang merusak otak dan selaput otak dan membuat cacat permanen, rubella yang jika menular di janin maka ia lahir dengan mata katarak, telinga tuli, otak kecil, dan jantungnya bocor. Tentu ini menjadi beban keluarga karena biaya berobat yang tidak sedikit atau ratusan juta rupiah.

Untuk itu ia mengatakan vaksin mampu mengontrol PD3I jadi sangat rendah bahkan keefektifannya sampai 100 persen. Ia menyebut Indonesia bisa bebas polio pada 2014 lalu.  Selain itu angka campak bisa menurun secara signifikan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement