Senin 24 Apr 2017 18:24 WIB

Waspada! Plastik Daur Ulang Berbahan Kimia Kontaminasi Mainan Anak

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Winda Destiana Putri
Mainan Anak
Foto: parentsavvy.com
Mainan Anak

REPUBLIKA.CO.ID, Anak-anak sudah bisa dipastikan selalu dekat dengan mainannya. Namun, kerap kali orangtua abai memperhatikan bahan apa yang terkandung di dalam mainan anaknya. Padahal hal itu penting untuk memastikan anak-anak aman dari bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan mereka.

Sebuah survei global yang baru dirilis mengungkapkan bahwa plastik daur ulang yang mengandung bahan kimia tahan api yang ditemukan dalam limbah elektronik, mengontaminasi mainan terlaris di dunia bersama dengan produk untuk anak-anak yang lainnya. Ironisnya, kontaminan kimia yang dapat merusak sistem saraf dan mengurangi kapasitas

intelektual ini ditemukan di Kubus Rubik, mainan puzzle yang dirancang untuk melatih ketajaman pikiran.

Studi ini dilakukan oleh IPEN (International POPs Elimination Network, jaringan masyarakat sipil global), Arnika (sebuah organisasi lingkungan di Republik Ceko) dan BaliFokus. Bahan kimia beracun, OctaBDE, DecaBDE, dan HBCD, biasanya digunakan dalam selubung plastik produk elektronik dan jika tidak dimusnahkan, produk tersebut akan terbawa dalam produk baru saat bahan tersebut didaur ulang.

Di Indonesia, BaliFokus membeli 15 mainan sejenis rubik dan mengirimkannya ke Republik Ceko untuk dianalisis. Lima sampel dipilih untuk dianalisa di laboratorium. Survei produk dari 26 negara, termasuk dari Indonesia, ditemukan bahwa hampir setengah dari semua produk (43%) mengandung HBCD (hexabromocyclododecane). Hasil analisis sampel dari Indonesia menunjukkan bahwa tiga sampel mainan anak mengandung HBCD dalam konsentrasi tinggi. Bahan kimia ini bersifat persisten, dikenal dapat membahayakan sistem reproduksi dan mengganggu sistem hormon, yang berdampak negatif pada kecerdasan, konsentrasi, kemampuan belajar dan ingatan.

"Bahan kimia beracun dalam limbah elektronik seharusnya tidak terdapat pada mainan anak-anak karena ada risiko bermigrasi kepada anak dan saat mainan dibuang atau menjadi limbah," kata Yuyun Ismawati dari BaliFokus. "Masalah ini perlu ditangani secara global dan nasional."

Hasil studi ini baru muncul beberapa hari sebelum Konferensi global perwakilan internasional dari Konvensi Stockholm akan menetapkan ambang batas dari limbah berbahaya dan beracun. Ambang batas dari limbah berbahaya dan beracun ini akan mewajibkan penghancuran atau destruksi di bawah perjanjian Konvensi Stockholm, dan tidak mengizinkan untuk didaur ulang.

OctaBDE = Octabromodiphenyl ether dan HBCD = hexabromocyclododecane (sudah dilarang secara global oleh Konvensi Stockholm), dan DecaBDE = Decabromodiphenyl ether (diusulkan untuk dilarang secara global di bawah Konvensi Stockholm). Yang mengejutkan, beberapa kandungan bahan kimia beracun pada produk anak-anak dalam penelitian ini melebihi ambang batas limbah berbahaya yang diusulkan. Tiga dari kubus yang dibeli di Indonesia mengandung HBCD 140, 431, dan 541 ppm, dimana ambang batas aman yang diusulkan untuk HBCD adalah 100 ppm.

"Kita membutuhkan batasan nilai untuk limbah berbahaya. Standar yang lemah berarti produk beracun dan proses daur ulang yang tidak bersih, yang sering terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah dan menyebarkan racun dari tempat daur ulang ke rumah dan tubuh kita," kata Jitka Strakova, dari Arnika.

Penerapan ambang batas bahaya dari bahan kimia tahan api yang mengandung brom juga penting karena keberadaannya mudah ditemukan dalam limbah elektronik. Di berbagai negara, standar Konvensi Stockholm akan menjadi satu-satunya alat regulasi global yang dapat digunakan untuk mencegah impor dan ekspor limbah yang terkontaminasi ini dari negara-negara dengan Undang-Undang dan peraturan yang lebih ketat ke negara-negara dengan regulasi atau kontrol yang lebih lemah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement