Kamis 19 Oct 2017 05:19 WIB

Salah Kaprah Praktik Donor ASI di Indonesia

Rep: Novita Intan/ Red: Indira Rezkisari
Ada rambu yang perlu diperhatikan saat hendak mendonorkan air susu ibu ke bayi lain.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Ada rambu yang perlu diperhatikan saat hendak mendonorkan air susu ibu ke bayi lain.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ASI atau air susu ibu merupakan makanan alami terbaik bagi bayi. Kesadaran ibu di Indonesia memberikan ASI ekslusif selama enam bulan pun mulai meningkat. Sayangnya, pada kenyataannya ada beberapa kasus ibu tidak dapat memberikan ASI. Di sinilah donor ASI bisa menjadi solusi.

Ketua Satgas ASI IDAI dr Elizabeth Yohmi SpA, IBCLC menjelaskan bahwa donor ASI memang dibutuhkan. Tetapi fakta yang berkembang sekarang ini berbeda.

"Ibu-ibu saat ini sudah sangat sadar untuk memberikan ASI kepada bayinya, namun sayangnya dengan mudahnya mendapatkan tawaran donor ASI, mereka jadi tidak mau berusaha memeras atau menyusui sendiri, jelas dr Yohmi di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, pencarian donor ASI bisa didapatkan dengan mudah, mulai dari beredar di grup-grup pesan instan atau media pertemanan sosial. Kendati demikian, praktik donor ASI di Indonesia sudah berjalan ke arah yang tidak terkendali. Era media sosia membuat komunikasi antara pendonor dan penerima ASI semakin mudah.

Ia menyarankan, ASI terbaik adalah ASI dari ibu ke anaknya sendiri karena tubuh ibu memproduksi ASI dengan komposisi menyesuaikan kondisi bayinya, apakah lahir matur atau prematur. "Indikasi donor ASI di antaranya jika bayi lahir prematur dan ibu belum siap memproduksi ASI, kemudian bayi yang memiliki sindroma kelainan penyerapan usus, yang tidak dapat diberikan susu formula, bayi dengan alergi protein susu sapi yang berat," ungkapnya.

Alhasil secara umum donor ASI memiliki keuntungan dan kerugian. Sebagai alternatif makanan bayi, ASi donor memang terbaik, karena paling bisa ditolerir. Tetapi ada kerugiannya.

Meskipun ASI itu adalah susu, tetapi ia sebenarnya adalah produk darah yang dapat mentransfer berbagai penyakit. Kasus yang paling sering ditemui adalah penularan virus CMV, hepatitis B dan C, dan HTLV (virus pemicu leukemia dan limfoma), jelas dr. Yohmi.

Yohmi melanjutkan, Badan Pencegahan dan Penularan Penyakit Amerika Serikat (CDC) tidak merekomendasikan ASI donor tanpa didahului skrining. Skrining atau penapisan tidak hanya dilakukan pada ASI saja tetapi ibu yang memproduksi ASI.

Jadi tidak semudah itu memberikan donor ASI. Belum lagi bicara penyimpanan dan idealnya pengiriman harus diperlakukan seperti darah. Yaitu disimpan dalam kotak pendingin khusus dan petugas pengelolaaannya menggunakan alat pelindung diri, tambahnya.

Saat ini hanya RSCM yang memiliki bank penyimpanan ASI cukup baik. Berbeda di luar negeri di mana Bank ASI sudah sangat terstruktur. Bank ASI tidak hanya memastikan keamanan ASI tetapi menjamin kandungan zat gizi dalam ASI tetap terjaga.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement