Senin 17 Oct 2016 18:30 WIB

Tenangkan Pikiran, Ini Cara Redakan Ketakutan akan Demensia

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Winda Destiana Putri
Meningkatnya jumlah penderita demensia di Australia terjadi seiring dengan semakin menuanya populasi.
Foto: abc
Meningkatnya jumlah penderita demensia di Australia terjadi seiring dengan semakin menuanya populasi.

REPUBLIKA.CO.ID, Demensia atau menurunnya kemampuan otak menjadi hal yang ditakuti sebagian besar orang di dunia. Tidak mengherankan karena tentu saja tak seorang pun mau mengalami kondisi sering lupa, keliru, sampai perubahan kepribadian dan labilnya emosi.

Layanan Kesehatan Nasional Inggris (NHS) bahkan telah mencatat lebih dari 850.000 warganya yang mengidap gangguan kognitif tersebut. Bahkan, jumlah itu ditengarai semakin meningkat dan belum ditemukan apa penyebab kecenderungan mengkhawatirkan tersebut.

Karena itu, NHS menetapkan rencana pemeriksaan kesehatan komprehensif bagi warga berusia 40 tahun, mengingat selama ini skrining demensia rutin hanya ditawarkan untuk mereka yang berusia 65 tahun atau lebih. Dengan adanya alat diagnostik yang lebih sensitif, pemeriksaan yang lebih akurat bisa membuat gejala demensia diketahui lebih awal dan dicegah.

Psikolog klinis Linda Blair mengingatkan, sangat penting untuk mencatat bahwa demensia bukanlah penyakit. Ia menjelaskan, demensia merujuk pada istilah untuk gejala kehilangan memori, kesulitan menemukan kata, disorientasi, berkurangnya kemampuan melakukan tugas-tugas kompleks, dan terlibat secara sosial.

Alasan paling umum mengapa seseorang menunjukkan gejala demensia, kata Blair, adalah karena penyakit Alzheimer yang disebut menyumbang antara 50 hingga 70 persen diagnosis demensia. Kerusakan ireversibel ini belum ditemukan obatnya, meskipun beberapa obat dapat mengurangi gejala dan rata-rata ditemukan pada orang yang sudah berusia lanjut.

Blair menyampaikan, demensia juga bisa disebabkan oleh faktor-faktor lain. Misalnya, cedera berat berulang pada kepala, kerusakan otak, meningitis, penyakit Lyme, gangguan kekebalan tubuh, reaksi terhadap obat tertentu, kerusakan tiroid, defisiensi vitamin B, bahkan depresi.

"Jika kita mulai mendeteksi tanda-tanda demensia sejak usia muda, penyebabnya cenderung lebih bervariasi dan, menurut statistik, akan lebih mungkin untuk diobati," kata penulis buku The Key to Calm itu dilansir laman Telegraph Senin (17/10).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement