Rabu 14 Sep 2016 04:18 WIB

Jumlah Pasien Kanker Payudara Terus Meningkat

Pita merah muda, simbol pencegahan dan perlawanan terhadap kanker payudara (ilustrasi)
Pita merah muda, simbol pencegahan dan perlawanan terhadap kanker payudara (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Jumlah pasien terdiagnosis kanker payudara di Indonesia terus mengalami peningkatan dalam 10 tahun terakhir.

"Kanker payudara masih menjadi masalah kesehatan utama bagi wanita di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Untuk kanker payudara HER2 positif dilaporkan mencapai 15-20 persen dari seluruh kanker payudara di dunia," kata Dosen Bagian Farmakologi dan Terapi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Woro Rukmi Pratiwi, Selasa (14/9).

Di Indonesia, diperkirakan jumlahnya mencapai 10-30 persen dan dijumpai pada usia 10 tahun lebih muda dibandingkan dengan ras Kaukasoid. Menurut dia, data International Agency for Research on cancer (IARC) GLOBOCAN tahun 2012 mencatat, sebanyak 1,7 juta wanita terdiagnosis (insidensi) kanker payudara atau sekitar 11,9 persen dari seluruh insidensi kanker. Sedangkan data WHO menunjukkan, prevalensi kanker payudara di seluruh dunia mencapai 6,3 juta di akhir tahun 2012 yang tersebar di 140 negara.

Ia mengatakan, kanker payudara HER2 positif berhubungan dengan hasil terapi yang buruk. Meski demikian, saat ini perkembangan terapi menggunakan antibodi monoclonal anti HER2 memberikan prognosis yang lebih baik untuk penderita kanker payudara HER2 positif.

"Berbagai pendekatan terapi telah dikembangkan dengan sangat cepat, termasuk digunakannya beberapa regimen baru seperti terapi adjuvant dan terapi target. Berbagai pendekatan terapi yang telah dikembangkan tersebut memiliki hasil terapi kanker payudara yang masih sangat beragam," katanya.

Woro menyampaikan, luaran terapi pada kanker payudara stadium awal antara lain adalah Disease Free Survival (DFS) dan kualitas hidup.

"Meskipun penatalaksanaan kanker payudara HER2 positif stadium awal menggunakan anti HER2 efektif, tetapi penatalaksanaan secara komperehensif yang meliputi pembedahan, kemoterapi, dan radioterapi tetap diterapkan guna mendapatkan luaran terapi yang lebih baik," katanya.

Ia melanjutkan, bahwa hasil penelitian terhadap 100 penderita kanker payudara HER2 positif stadium awal yang memperoleh terapi antiHER2 di RSUP Dr. Sardjito, diketahui bahwa jenis regimen kemoterapi berbasis taxan dan jarak kemoterapi dengan radioterapi kurang atau sama 300 hari, mempengaruhi luaran terapi kanker HER2 positif stadium awal.

Artinya, ucap dia, jarak antara radioterapi dengan kemoterapi yang semakin panjang meningkatkan risiko terjadinya peningkatan penyakit. Selain itu, juga meningkatkan biaya pengobatan pasien.

"Karenanya, perlu dilakukan penjadwalan jarak radioterapi dengan kemoterapi yang lebih singkat, yaitu kurang dari 210 hari untuk meningkatkan luaran terapi dan menurunkan biaya," urai dia.

Sebagaimana diketahui, HER2 adalah sebuah protein yang ditemukan pada permukaan dari sel kanker tertentu. Sebuah tumor dapat digambarkan sebagai HER2-positif apabila tumor tersebut memiliki lebih banyak reseptor HER2 dibanding dengan yang lain.

Sekitar 20-25 persen dari semua kanker payudara memiliki tumor dengan label HER2-positif. Tumors HER2-positif cenderung tumbuh lebih cepat daripada jenis-jenis kanker payudara lainnya.

Dengan mengetahui apakah sebuah kanker adalah HER2-positif, dapat mempengaruhi pilihan pengobatan yang dapat diambil, karena wanita dengan tumor sejenis ini dapat diuntungkan dengan obat yang disebut trastuzumab.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement