Jumat 13 May 2016 05:30 WIB

Radiasi Ponsel Terbukti Menurunkan Kesuburan Pria

Rep: Rizma Riyandi/ Red: Winda Destiana Putri
Aplikasi di ponsel. Ilustrasi
Foto: Google
Aplikasi di ponsel. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Telepon seluler telah menjadi bagian penting dalam kehidupan modern. Baik bagi orang tua, remaja, maupun anak-anak.

Namun begitu, penggunaan ponsel secara berlebihan menghasilkan polusi elektromagnetik bagi kesehatan manusia.

“Paparan radiasi gelombang elektromagnetik radiofrekuensi ponsel terbukti menurunkan kualitas dan fungsionalitas spermatozoa manusia secara invitro,” tutur dr. Isna Qadrijati di Fakultas Kedokteran (FK) UGM, Kamis (12/5).

Pasalnya ia telah melakukan penelitian menggunakan spermatozoa dari ejakulat pria yang dinyatakan sehat. Sperma diberikan perlakuan berupa paparan radiasi ponsel secara akut dan kronik dengan tingkat paparan radiasi elektromagnet pada tubuh (SAR) 2W/kg dan 5,7 W/kg selama 1 jam dan 2 jam.

Hasilnya menunjukkan, semakin lama dan besar paparan radiasi gelombang elektromagnetik radiofrekuensi ponsel maka kualitas dan fungsionalitas spermatozoa akan menurun secara invitro dibandingkan sperma yang tidak diberikan perlakuan.

"Kualitas sperma yang meliputi konsentrasi, motilitas, morfologi menurun. Demikian halnya dengan fungsionalitas sperma juga menurun baik apoptosis maupun jumlah kalsium intraselulernya,” tutur dosen Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret ini.

Isna menambahkan, paparan radiasi gelombang elektromagnetik ponsel juga berpengaruh terhadap ekspresi Voltage-gated ca2+ channels (VGCC) pada sperma. Paparan radiasi ini menghambat ekspresi VGCC pada sperma dalam bentuk penutupan kanal kalsium.

“Semakin sedikit ekspresi VGSS yang diperoleh berarti semakin sedikit kanal kalsium yang bersifat terbuka sehingga kualitas dan fungsionalitas sperma semakin rendah,” ujarnya.

Guna meminimalisir risiko penurunan kesuburan pada kaum pria, Isna menghimbau masyarakat untuk tidak menggunakan ponsel secara berlebihan.

Sementara bagi industri ponsel diharapkan bisa memproduksi jenis ponel yang memiliki nilai SAR rendah.

“Pemerintah, khususnya Departemen Kesehatan diharapankan bisa mengeluarkan peraturan untuk mengurangi risiko terkait penggunaan ponsel ini,” ujar Isna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement