Ahad 18 Oct 2015 09:30 WIB

Adakah Pusat Moral di Otak?

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Winda Destiana Putri
otak manusia
Foto: antara
otak manusia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membuat keputusan berdasarkan moral merupakan proses kompleks. Kita harus memikirkan konsekuensi dari keputusan kita untuk diri sendiri dan orang lain. Misalnya, jika saya membunuh maka bisa masuk penjara.

Contoh lainnya, jika saya mencuri, bagaimana nasib dia yang menjadi korban? Keputusan-keputusan tersebut ternyata tidak ditentukan oleh otak. Otak manusia hanya mempunyai pusat empati, memori, dan atau kombinasinya.

Tidak ada satu pun wilayah otak yang bertanggung jawab mengambil keputusan berdasarkan moral. Hanya, penelitian neurosaintis berikut menunjukkan bahwa ada wilayah tertentu di otak yang terlibat ketika manusia mengalami dilema moral.

Dilansir dari IFL Science, Sabtu (17/10), peneliti menggunakan teori dalam contoh kasus berikut. Seseorang dihadapkan kepada keputusan hidup atau mati. Sebuah kereta api berjalan dengan kecepatan tinggi membawa penumpang dan akan melewati dua persimpangan kereta.

Di persimpangan pertama, ada lima orang yang berjalan di rel kereta tanpa sadar bahwa sebuah kereta akan melintas dengan cepat. Di persimpangan kedua, ada satu orang yang berjalan di rel dalam kondisi sama.

Orang pertama diposisikan sebagai pemegang saklar yang akan menentukan apakah kereta akan melewati persimpangan pertama atau kedua. Ini berarti dirinya menentukan apakah kereta akan menabrak hingga tewas lima orang atau satu orang. Biasanya, orang akan menyelematkan lima orang dengan mengorbankan satu orang. Ini adalah keputusan rasional.

Tapi, emosi juga memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan secara moral ini. Membuat keputusan moral atas tindakan orang lain disebut hukum pihak ketiga. Pertanyaan di sini adalah seberapa parah bahaya yang ditimbulkan? Apakah hal itu dilakukan dengan sengaja atau tidak?

Jika seseorang mengendarai mobil di jalan dan kecelakaan tunggal, maka tak ada yang dirugikan. Hukum lalu lintas pun diberlakukan segera. Namun, jika seseorang mengendarai mobilnya dan menabrak seorang anak kecil hingga mati, maka itu bisa diduga pembunuhan disengaja atau karena kelalaian.

Ketika kita memutuskan apakah seseorang bersalah atau tidak, maka ada wilayah di otak yang disebut korteks prefrontal dorsolateral terlibat. Ketika wilayah ini terganggu dengan stimulasi otak noninvasif alias stimulasi magnetik transkranial (TMS), maka seseorang akan memberikan hukuman yang ringan pada si penabrak anak kecil tadi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement