Kamis 05 Mar 2015 05:20 WIB

Tes Kulit Berpotensi Bantu Diagnosa Alzheimer dan Parkinson

Nenek penderita Alzheimer, ilustrasi
Foto: Blogspot
Nenek penderita Alzheimer, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MEKSIKO -- Suatu hari nanti, barangkali tes kulit dapat secara positif mendiagnosa seseorang yang diduga mengidap demensia.

Tes tersebut, dikembangkan oleh para peneliti di Meksiko, juga dapat mendeteksi protein-protein abnormal yang spesifik pada penyakit Alzheimer dan Parkinson.

Menurut kelompok Alzheimer’s Disease International, lebih dari 44 juta orang di seluruh dunia di seluruh dunia menderita Alzheimer, yang membuat para manula kehilangan ingatan jangka pendek mereka. Pada akhirnya, kelainan ini mengarah pada kematian.

Penyakit ini merupakan bentuk paling umum dari demensia. Namun ada bentuk-bentuk lain dari penyakit otak progresif, seperti demensia vaskuler, yang menyerupai gejala-gejala tahap awal Alzheimer dan menyebabkan maslaah-masalah kognitif. Tidak seperti Alzheimer, para pasien demensia vaskuler dapat hidup bertahun-tahun.

Penyakit syaraf progresif lainnya yang sulit didiagnosa dalam tahap-tahap awal adalah kelainan gerakan penyakit Parkinson.

Saat ini, para peneliti di University of San Luis Potosi, Meksiko, telah mengembangkan cara untuk mendiagnosa Alzheimer dan kelainan kognitif lainnya, menggunakan sepotong kecil kulit pasien.

Para penyelidik mencari protein-protein khusus dengan tingkat tinggi yang tidak wajar dan ada di jaringan otak dan ternyata ada juga di sel-sel kulit.

Neurolog Ildefonso Rodriguez-Leyva memimpin studi menggunakan biopsi kulit untuk mendiagnosa orang-orang dengan beragam bentuk demensia.

"Kulit sangat erat terhubung dengan sistem syaraf karena mereka memiliki asal yang sama," ujar Rodriguez-Leyva.

"Lalu kami memutuskan untuk melihat kemungkinan menemukan protein-protein yang tidak normal di otak, di kulit. Dan kami menemukannya. Kulit untuk kami benar-benar luar biasa."

Dua puluh orang yang dikukuhkan menderita Alzheimer terlihat memiliki tingkat tinggi abnormal dari sejenis protein yang disebut tau dalam sampel kulit 4 milimeter.

Studi itu juga menyertakan pasien-pasien dengan Parkinson, yang juga memiliki tingkat tau dan protein lain bernama alpha-synuclein dengan tingkat tinggi, dibandingkan dengan orang-orang yang sehat.

Saat ini, diagnosis Alzheimer didasarkan pada observasi klinis, karena tidak mungkin mengambil sampel-sampel jaringan dari orang hidup untuk mengukuhkan.

sumber : VOA Indonesia
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement