Selasa 03 Mar 2015 18:13 WIB

Setiap Hari, 100 Orang Alami Gangguan Telinga

Rep: mj02/ Red: Agus Yulianto
Pemeriksaan telinga.    (ilustrasi)
Foto: EPA/balazs Mohai
Pemeriksaan telinga. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG - Setiap hari, sebanyak 100 orang periksakan gangguan telinga ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Tiga persen di antaranya adalah pasien balita.

Sementara berdasarkan survey dari World Health Organization (WHO) penderita gangguan telinga mencapai 280 juta. Di mana 80 persen berasal dari negara menengah dan bawah.

Menurut Kepala Staf Medik Fungsional Telinga, Hidung, dan Tenggorokan (SMF THT) RSHS dr. Ratna Anggraini, penyebab banyaknya orang yang menderita gangguan telinga adalah karena sering berada di tempat bising. Apalagi, saat ini, banyak tempat yang memicu kebisingan. Seperti, mall, pusat rekreasi, dan lalu lintas di jalan.

Ratna mengatakan, kebisingan merupakan salah satu faktor penyebab orang mengalami gangguan telinga. “Untuk mengurangi tingkat gangguan telinga karena kebisingan ini, akan kami sosialisasikan tahun ini ke berbagai lapisan masyarakat. Karena, mulai dari bayi hingga dewasa terpapar bising terus menerus," ujar Ratna di Rumah Sakit Hasan Sadikin pada Selasa (3/3) dalam rangka Hari Kesehatan Telinga dan Pendengaran se-Dunia.

Seperti halnya anak-anak di SMK Teknik Otomotif, mereka membongkar mesin tanpa pelindung telinga, padahal intensitas suaranya tinggi. Para pekerja di pabrik-pabrik tekstil dengan intensitas suara diatas 100 desibel (db) pun tidak menggunakan pelindung telinga.

Bahkan, kata dia, kebiasaan mendengarkan musik melalui gadget dengan suara yang keras, tanpa disadari akan merusak pendengatan dan sifatnya permanen. “Kalau ingin mendengarkan musik, upayakan dibawah 85 desibel, bagusnya 60. Kira-kira sama dengan volume biasa kita berbicara, jika berteriak maka itu di atas 90 desibel,” kata Ratna.

Tingkat kebisingan ideal yang dapat diterima oleh telinga, kata Ratna, 85 db per delapan jam. Jika naik lima desibel hanya diperbolehkan empat jam perhari dan jika sampai 105 db hanya setengah jam saja. Sedangkan, pekerja di pabrik mencapai 100 db dalam waktu delapan jam. Tentu ini dapat merusak pendengar.

Pajanan suara keras yang dapat berasal dari pabrik, lalu lintas, musik, bioskop, rumah tangga bisa mengakibatkan kerusakan di saraf pendengaran, ketulian permanen di dua telinga.  Menurut Ratna, ketika sudah terkena gangguan pada telinga apalagi hingga tuli, maka tidak daoat diobati dan tidak bisa disembuhkan kembali.

Menurut Ratna, tanda-tanda terkena gangguan teling adalah telinga sering mendenging. Penderita akan baru merasakan gangguan teling biasanya lima tahun selanjutnya. “Ia baru menyadari sulit mendengar, padahal gejalanya sudah ada dari lima tahun sebelumnya,” ujarnya.

Oleh karena itu, tindakan yang harus dilakukan adalah dengan melakukan pencegahan prefentif. Seperti, menggunakan pelindung telinga, earplug bisa mengurangi 5 - 10 desibel atau jika di pabrik memakai earmuff yang bisa menguranbi 25 - 30 desibel. “Istirahatkan telinga setelah dipakai bekerja dan'Make listening save',” kata Ratna.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement