Ahad 25 Jan 2015 07:44 WIB

Ini Dampak Buruk Diet Tinggi Protein

Menyantap makanan yang tinggi protein, seperti daging, dalam waktu panjang bisa menyebabkan sejumlah masalah kesehatan.
Foto: Reuters
Menyantap makanan yang tinggi protein, seperti daging, dalam waktu panjang bisa menyebabkan sejumlah masalah kesehatan.

REPUBLIKA.CO.ID, Setelah diet berdasarkan golongan darah dikritik tidak valid, kali ini giliran diet tinggi protein. Popularitas diet tinggi protein meningkat pesat setelah Duchess of Cambridge dilaporkan menjadi ramping saat pesta pernikahan dan artis Jennifer Lopez berhasil langsing setelah melahirkan.

Diet ini dikembangkan Dr Pierre Dukan dari Prancis dan dikenal sebagai Diet Dukan. Setidaknya ada dua juta orang yang menerapkan diet ini di Prancis, seperti dikutip dari www.parentsindonesia.com.

Diet ini termasuk kontroversoal. British Dietary Association mencantumkan diet ini di posisi pertama sebagai diet yang harus dihindari pada 2010, 2011, dan 2012. Mereka menyatakan bahwa Dr Dukan sendiri telah diperingatkan tentang adanya masalah kesehatan  terkait dengan diet tersebut, termasuk kekurangan energi, konstipasi, defisiensi mineral dan vitamin, serta napas bau.

Menurut mayoclinic.org, diet tinggi protein tidak berbahaya asal dalam waktu pendek, misalnya selama 6 bulan ke bawah, dan bisa menolong menurunkan berat badan. Dari beberapa penelitian, Mayoclinic mencatat beberapa dampak dari diet tinggi protein dan pembatasan karbohidrat.

Yaitu, Kekurangan zat gizi atau serat yang menyebabkan masalah pencernaan dan konstipasi. Risiko gangguan jantung akibat makanan daging merah dan olahan susu yang dipromosikan diet tinggi protein.

Lalu, memburuknya fungsi ginjal pada orang-orang yang mengalami masalah ginjal karena tubuh kesulitan membuang sisa metabolisme protein.

Yang terbaru, para ilmuwan di University of Granada, Spanyol, melalui tes terhadap tikus, menemukan bahwa diet tersebut meningkatkan risiko pembentukan batu ginjal dan penyakit terkait ginjal lainnya. Meski tikus memliki metabolisme dan fisiologis mirip manusia, hasil penelitian tetap mesti disikapi dengan lebih hati-hati, catat peneliti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement