Kamis 27 Nov 2014 12:46 WIB

Vaksin Ebola Glaxo Lulus Tes Awal

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Indah Wulandari
Seorang relawan menyiapkan suplai medis untuk dikirimkan ke daerah yang terserang virus Ebola.
Foto: AP Photo/Brennan Linsley/ca
Seorang relawan menyiapkan suplai medis untuk dikirimkan ke daerah yang terserang virus Ebola.

REPUBLIKA.CO.ID,NEW YORK--Vaksin uji coba Ebola yang dibuat perusahaan GlaxoSmithKline tidak menyebabkan efek samping serius. Dalam uji klinis awal, vaksin tersebut memicu respons imun pada 20 relawan yang sehat.

Laporan tersebut dimuat dalam New England Journal of Medicine. Uji coba dimulai pada 2 September 2013 lalu. Para sukarelawan dipantau selama 48 pekan. 

“Profil keamanannya mengesankan, seperti juga temuan vaksin dosis yang lebih tinggi menyebabkan respons imun yang cukup sebanding dengan apa yang melindungi hewan (di lab) dari Ebola," ujar Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular (NIAID) Anthony Fauci yang melakukan uji coba di Bethesda, Maryland dilansir Reuters, Rabu (26/11).

Vaksin tersebut dikembangkan di NIAID dan Okairos, sebuah perusahaan bioteknologi yang diakuisisi GlaxoSmithKline. Vaksin mengandung material genetis dari dua jenis ebola, Zaire dan Sudan. Zaire bertanggung jawab atas epidemi di Afrika Barat.

Karena tidak etis mengekspos relawan terhadap ebola, peneliti mengetahui efektivitas vaksin dengan melihat apakah vaksin memicu produksi antibodi ebola dan sistem imun sel T. 

Uji coba melibatkan relawan berusia 18-50 tahun. Setengahnya menerima dosis rendah dan lainnya menerima setengah dosis lebih tinggi.

Seluruh 20 relawan mengembangkan antibodi antiebola dalam empat pekan. Kelompok yang menerima dosis lebih tinggi mengembangkan antibodi yang lebih tinggi pula.

Dosis juga mempengaruhi produksi sel T. Sebanyak tujuh dari 10 orang yang menerima dosis tinggi memproduksi satu jenis sel T yang penting. Sedangkan di kelompok yang menerima dosis rendah hanya dua orang yang memproduksinya. 

Lebih tinggi dosis yang dibutuhkan untuk memicu imunitas, tantangannya lebih banyak. Selain itu, biayanya mahal untuk memproduksi vaksin dalam jumlah besar.

 

Info seputar sepak bola silakan klik di sini

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement