Senin 21 Apr 2014 10:54 WIB

Benarkah Obat Herbal Lebih Aman? (2-Habis)

Rep: Desy Susilawati/ Red: Indira Rezkisari
Obat Herbal dalam bentuk kapsul. Ilustrasi.
Foto: Reuters
Obat Herbal dalam bentuk kapsul. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, Efek samping obat herbal bersifat individual. Cocok untuk satu orang, belum tentu cocok untuk orang lain. Oleh karena itu,

pemakaian obat herbal haruslah tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis dan cara pemberian, serta waspada efek

samping.

“Tanaman obat, seperti halnya obat buatan pabrik, tak bisa dikonsumsi sembarangan,” ujar Ketua Perhimpunan Peneliti Bahan Obat

Alam (Perhipba) Surabaya, Dr Arijanto Jonosewojo SpPD FINASIM.

Obat herbal yang digunakan secara medis mesti melalui uji klinis untuk membuktikan khasiatnya. Di masyarakat, sekarang banyak

beredar pengobatan herbal yang diklaim mampu mengobati suatu penyakit, padahal hanya berdasarkan pengalaman empiris atau uji

praklinik terhadap hewan.

“Dokter selama ini tidak pernah menolak pemakaian obat herbal, tetapi dokter terikat dengan undang-undang kedokteran bahwa dokter

harus memakai obat yang memiliki uji klinis (evidence-based medicine),” ujar Arijanto.

Satu hal lagi yang penting diingat, hati-hati dalam penggunaan obat herbal. Penggunaannya tidak dapat dicampur dengan obat kimia.

Bisa jadi, efek samping dari zat yang ada dalam kandungan obat kimia maupun obat herbal akan saling menguatkan atau justru saling

melemahkan fungsinya.

Ada pula obat herbal yang mematikan fungsi obat kimia. Jadi, penggunaannya tidak bisa secara bersamaan. Tak terkecuali jika

meminum obat herbal di pagi hari dan obat kimia di malam hari. “Ini juga harus dengan resep dokter,” kata Arijanto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement